(021) 8462230
marketing@unkris.ac.id
Yayasan pendidikan memainkan peran penting dalam memiliki dan mengelola lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.
Melalui peran yayasan yang signifikan, sebuah lembaga pendidikan dapat melahirkan alumni-alumni yang berkualitas dan berdaya saing.
Yayasan juga berperan penting mengenalkan berbagai bentuk keilmuan melalui proses pembelajaran atau perkuliahan yang diselenggarakannya.
Hal itu disampaikan Ketua Pembina Yayasan Unkris sekaligus mantan Hakim Agung, Prof Gayus Lumbuun di sela Stadium Generale yang digelar Unkris, Selasa (9/10/2024).
Mengambil tema Yayasan Sebagai Badan Penyelenggara Pendidikan: Menuju Unkris Unggul, kegiatan tersebut menghadirkan pembicara penting Ketua Pembina Yayasan Unkris yang sekaligus mantan Hakim Agung Prof Gayus Lumbuun.
Kemudian Advokat senior sekaligus Ketua Pengurus Yayasan Unkris Amir Karyatin, SH. Alumni Program Doktor Ilmu Hukum, Dr. Donny Cahyadi Foeng, SH, MH dan alumni program doktor Prof Dr Firmanto Laksana SH, MM, MH, CLA.
Menurut Prof Gayus, sebagai lembaga yang sifatnya pengabdian kepada masyarakat, yayasan merupakan lembaga bisnis nirlaba.
“Ini harus dipahami oleh masyarakat bahwa yayasan menyelenggarakan kegiatan tidak berfokus mencari untung. Yayasan yang bergerak dibidang Pendidikan seperti Yayasan Unkris bisa menghasilkan produk berupa alumni-almuni yang berkualitas,” kata Prof Gayus.
Ia mengakui pada praktiknya hampir semua yayasan pendidikan pernah mengalami kegoncangan.
Hal Ini terkait dengan banyaknya persaingan-persaingan di dalam tubuh Yayasan itu sendiri.
“Tetapi sejauh secara akademik baik-baik saja, tidak apa, fine. Justeru persaingan-persaingan itu bisa saling membangun. Pro kontra selalu ada tetapi tujuannya sama,” lanjut Prof Gayus.
Unkris Didirikan 12 Tokoh
Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Unkris Amir Karyatin SH menyampaikan bahwa Unkris didirikan pada tahun 1952 oleh 12 tokoh, dimana dua diantaranya adalah menteri
Ke-12 tokoh tersebut mewakili banyak suku di Indonesia, sehingga banyak yang menyebut sebagai miniatur Indonesia.
“Kalau kemudian Unkris banyak melahirkan pejabat menteri atau pejabat public lainnya, memang sejarahnya dari dulu seperti itu,” jelas Amir.
Ia memastikan bahwa keberadaan Yayasan adalah untuk mendukung operasional universitas.
Dukungan tersebut tidak sekadar membangun kampus dan melengkapi sarana parasarana, tetapi juga membuat sejumlah terobosan seperti kerjasama minimarket, pembangunan klinik kesehatan, gedung pertemuan atau pendopo dan lainnya.
“Semuanya itu kami bangun untuk mendukung mindset sivitas akademika untuk jadi entrepreneur yang dikemas dalam bentuk yang produktif dan inovatif,” katanya.
Dalam kegiatan stadium generale tersebut, Prof Gayus membawakan makalah berjudul Keraguan yang Masuk Akal versus Tidak Masuk Akal.
Makalah yang diambil dari tulisan David B Allison, Gregory Pavela, Ivan Oransky berjudul Reasonable Versus Unreasonable Doubt yang merupakan ilmu baru dalam bidang keilmuan yang muncul dan diakui oleh kelompok akademisi pada abad ke-17.
Keraguan timbul karena merupakan sifat manusia yang melingkupi kehidupan manusia.
Menurut Prof Gayus, masih sangat langka orang membahas tentang ‘keraguan’.
Padahal ‘keraguan’ itu bisa saja timbul dalam kehidupan kita sehari-hari, termasuk dalam proses pengelolaan Unkris.
Dalam kesempatan tersebut Prof. Gayus Lumbuun men-challenge para mahasiwa bahwa pembahasan mengenai ‘keraguan’ merupakan tawaran keilmuan yang masih sangat langka yang disampaikan melalui Studium Generale ini.
Sementara itu, Dr. Donny Cahyadi Foeng dan Prof. Dr. Ir. Firmanto Laksana yang hadi sebagai alumni program Doktor Unkris lebih banyak menyampaikan testimoni bagaimana selama kuliah di Unkris dan kenggulan-keunggulan yang dimiliki Unkris yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi Unkris menuju Perguruan Tinggi Unggul.
Mereka juga diharapkan menjadi motivasi dan panutan bagi mahasiswa Unkris untuk terus belajar guna meraih kemajuan dan kesuksesan.