
Diskusi yang dihelat Asosiasi Dosen Metodologi Penelitian Indonesia atau Indonesian Research Methodology Lecturer Association (IRMLA)
DKI Jakarta menarik untuk dibahas.
Dalam diskusi yang bertempat di Sekretariat IRMLA DKI Jakarta Kampus Universitas Krisnadwipayana (Unkris), itu dimoderatori Dr. Ahmad Hermanto MM.
Ketua Umum IRMLA Pusat Prof Burhan Bungin, membeberkan, sebagian besar dosen di Indonesia masih abai terhadap penguasaan metodologi penelitian.
“Banyak dosen kita yang lebih fokus pada penguasaan bidang akademik,” katanya, Selasa 4 Oktober 2022.
Ia sangat menyayangkan keadaan itu mengingat dalam kapasitasnya sebagai pengajar di perguruan tinggi, dosen dihadapkan pada kegiatan penelitian dan bimbingan penelitian,
Diskusi yang digelar di sekreatriat IRMLA DKI Jakarta Kampus Unkris tersebut menjadi rangkaian kegiatan pelantikan pengurus IRMLA DKI Jakarta.
Menurut Prof Burhan, sebagai seorang akademisi, dosen harus mengembangkan pengetahuannya dari dua titik yang sejajar.
Yaitu pengetahuan bidang studi spesifik dan pengetahuan metodologi penelitian.
Kedua bidang ini haruslah saling melengkapi.
Sayangnya hingga kini masih banyak dosen yang lebih berorientasi pada bahan kajian sebagai sumber pengajaran.
“Semestinya pendidikan dan pengajaran bersumber pada penelitian,” tandas Prof Burhan.
Ia menegaskan, riset atau penelitian sudah saatnya menjadi orientasi dan tugas utama bagi para dosen.
Riset harus menjadi sentral aktivitas dosen dalam aktivitas pendidikan dan pengajaran serta pengabdian pada masyarakat.
Selain itu, dosen juga harus mampu mengajarkan hasil-hasil penelitian di kelas, mempublikasikan hasil penelitiannya dan menerapkan hasil penelitiannya pada masyarakat.
“Penguasaan dosen terhadap metodologi penelitian sudah alarm,” tandasnya.
Ia lantas mengutip data Metiri-Eser Academy terhadap pelatihan metodologi bagi dosen. Hasilnya cukup mencengangkan.
Dari data itu menunjukkan, 15 persen peserta hadir dengan pemahaman metode penelitian yang memadai.
Sebanyak 35 persen dengan pemahaman metodologi yang kurang memadai, dan 50 persen lainnya hadir dengan pemahaman metodologi yang keliru
Karena itu, menurut Prof Burhan, sangat urgen dilakukan re-orientasi dosen terkait riset sehingga semua dosen melek riset terutama untuk bidang ilmu sosial.
Re-orientasi dosen ini penting mengingat dosen memiliki peran strategis karena dosen membimbing penelitian mahasiswa S1, S2 dan S3. Dari tangan-tangan dosen lahir karya-karya penelitian bangsa.
Prof Burhan mengusulkan agar perguruan tinggi juga harus mengadakan pendidikan penelitian bagi dosen.
Tujuannya tentu saja untuk meningkatkan kapasitas dosen di bidang penelitian dan mengukur kapasitas kemampuan penelitian dosen setiap tahun.
Sementara itu, Direktur PT Pusat Studi Apindo Prof (HC) Suprayitno, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi, mengingatkan akan visi Indonesia emas 2045.
Yakni menjadi negara pendapatan tinggi (keluar dari middle income trap) pada 2036 dan menjadi negara dengan PDB terbesar ke-7 tahun 2045.
Menurutnya, visi tersebut bisa dicapai dengan berpijak pada 4 pilar pembangunan. Yaitu, pertama, Pembangunan Manusia dan Penguasaan IPTEK.
Kedua, Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan. Ketiga, Pemerataan Pembangunan dan Pemantapan Ketahanan Nasional. Keempat, Tata Kelola Kepemerintahan.
Tetapi, kata Prof Suprayitno, Indonesia saat ini masih menghadapi kenyataan rendahnya human capital index dengan skor 0,53 dan berada pada peringkat 87 dari 157 negara.
“Itu artinya, anak Indonesia yang lahir saat ini, pada 18 tahun kemudian ia hanya bisa mencapai 53 persen dari potensi produktivitas maksimumnya,” kata Prof Suprayitno.
Karena itu, untuk mencapai visi Indonesia emas 2045 dengan PDB per kapita USD 23.199, Indonesia harus memacu pertumbuhan sektor industri hingga 6,3 persen.
Termasuk sektor pertanian dengan rata-rata pertumbuhan 3,1 persen dan sektor pariwisata dengan kunjungan wisman mencapai 73,6 juta.
“Itu semua menuntut kualitas SDM, produktivitas dan penguasaan Iptek,” tegas Prof Suprayitno.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi pentahelix untuk hilirisasi riset yang melibatkan akademisi, swasta, komunitas atau masyarakat, pemerintah, dan media.
Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono, dalam kesempatan yang sama, mengatakan, perguruan tinggi harus mampu menciptakan iklim yang dapat memacu dosen-dosennya melakukan riset.
Kegiatan riset perguruan tinggi menjadi salah satu indikator kinerja utama (IKU) perguruan tinggi seperti yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.
Rektor berharap dengan hadirnya IRMLA DKI Jakarta dengan Unkris menjadi kantor sekretariatnya, dapat membawa nuansa baru dalam budaya riset internal Unkris.
Sumber :
https://possore.com/irmla-dosen-di-indonesia-masih-abai-penguasaan-metodologi-penelitian/